Perbedaan
Firqah Najiyah dan Thaifah Manshurah
Banyak orang masih bingung apakah
firqah najiyyah sama dengan thaifah manshurah. Hal ini disebabkan karena ada
perbedaan pendapat dalam masalah ini.
Di antara dai kontemporer yang menyamakan antara firqah
najiyyah dan thaifah manshurah adalah Syaikh Salim bin ‘Id Al-Hilali
dalam bukunya yang berjudul Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salaf.Penulis
berkata, “Tidak diragukan lagi, Ath-Thaifah Al-Manshurah inilah yang berada di
atas pemahaman Nabi saw dan para sahabatnya karena dia berada di atas
kebenaran, sedangkan kebenaran adalah apa yang telah ada di atasnya Nabi saw
dan para sahabatnya, maka siapa saja yang tetap teguh (komitmen) di atas apa
yang ada padanya Al-Jama’ah sebelum terjadi perpecahan, walaupun sendirian,
maka dia adalah Al-Jama’ah.
Dengan demikian jelaslah sudah ciri khas (syiar) manhaj Al-Firqah
An-Najiyyah dan Ath-Thaifah Al-Manshurah, yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah dengan
pemahaman Salaf umat ini, yaitu Muhammad saw dan orang-orang yang
bersamanya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari
kiamat dan berdakwah kepada persatuan umat di atas pemahaman ini.
Al-Firqah An-Najiyyah dan Ath-Thaifah
Al-Manshurah memiliki empat sifat, yaitu :
1.
Laa tazaalu tha’ifah (senantiasa ada sekelompok), ini bermakna
senantiasa ada terus-menerus.
2.
Zhahiriina ‘ala al-haq (menegakkan kebenaran) ini bermakna
kemenangan.
3.
Laa yadhurruhum man khadzalahum wa laa man khaalafahum (tidak
merugikan mereka orang-orang yang mencela (menghina) dan menyelisihi mereka)
bermakna membuat kemarahan ahlil bid’ah dan orang kafir.
4.
Kulluhaa fi an-nar illa wahidah (semuanya di neraka kecuali
satu) bermakna keselamatan dari neraka.”
Perbedaan Firqah
Najiyyah dan Thaifah Manshurah
Kebanyakan kitab akidah menyebutkan bahwa
firqah najiyyah (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) itu adalah thaifah manshurah. Kedua
istilah tersebut disamakan dalam konteks bahwa keduanya adalah nama lain bagi
Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Ada empat nama lain dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah di
samping Ahlul Hadits dan Al-Ghuraba’.
Menurut Syaikh Salman dan Syaikh Abdul Qadir, pendapat yang rajih (kuat) adalah firqah berbeda dengan thaifah, dan sebenarnya thaifah adalah bagian dari firqah. Jadi, firqah najiyyah lebih luas cakupannya daripada thaifah manshurah. Hal ini ditegaskan dengan bukti dari ayat Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman, “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan (firqah) di antara mereka beberapa orang (thaifah) untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah [9]: 122).
Menurut Syaikh Salman dan Syaikh Abdul Qadir, pendapat yang rajih (kuat) adalah firqah berbeda dengan thaifah, dan sebenarnya thaifah adalah bagian dari firqah. Jadi, firqah najiyyah lebih luas cakupannya daripada thaifah manshurah. Hal ini ditegaskan dengan bukti dari ayat Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman, “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan (firqah) di antara mereka beberapa orang (thaifah) untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah [9]: 122).
Ayat ini membedakan antara firqah dan
thaifah serta menjelaskan bahwa thaifah adalah bagian dari firqah.
Selanjutnya, terkait masalah ini,
Syaikh Salman menggambarkan kaummuslimin terbagi menjadi tiga lingkaran.
Lingkaran pertama,
yang paling luas adalah lingkaran Islam. Karena jaminan masuk surga adalah
Islam. Karena yang bisa masuk surga hanya jiwa yangmuslim. Siapa saja yang
muslim maka ia calon penghuni surga. Sebaliknya, siapa yang melakukan salah
satu pembatal Islam yang karenanya ia keluar dari Islam maka ia haram masuk
surga. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang
penolong pun.” (Al-Ma’idah [5]: 72
“Barang siapa
mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan Dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran
[3]: 85)
Rasulullah saw
bersabda, yang diriwayatkan dari Rabbnya, “Wahai Ibrahim! Sesungguhnya
aku mengharamkan surge bagi orang-orang kafir.” (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah saw juga bersabda, “Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim.” (HR. Muslim)
Rasulullah saw juga bersabda, “Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali jiwa yang muslim.” (HR. Muslim)
Allah akan menyiksanya di neraka
kalau ia melakukan dosa sesuai dengan kadar dosa-dosanya dan tergantung
kehendak Allah kemudian baru dimasukkan ke surga, kecuali Allah memaafkan dan
mengampuni dosa-dosanya maka ia tidak akan disiksa di neraka.
Lingkaran kedua adalah lingkaran firqah najiyyah. Lingkaran ini lebih
sempit daripada lingkaran pertama dan di dalamnya. Firqah najiyyah ini golongan
yang selamat dari berbagai bid’ah dan penyimpangan. Golongan ini memiliki
keutamaan dan keistiqamahan serta kemenangan di dunia dan akhirat yang tidak
dimiliki oleh kaum muslimin secara umum, di mana mereka selamat dari bencana
syubhat dan syahwat yang menimpa kaum muslimin secara umum.
Syaikh Salman menyimpulkan, setidaknya ada tiga karakteristik firqah
najiyyah berdasarkan hadits-hadits tentang iftiraqul ummah (perpecahan umat).
Beliau menyebutkan ada lima belas hadits tentang iftiraqul ummah dalam
kitabnya. Tiga karakteristik tersebut adalah:
Pertama: Memiliki
ilmu dan pemahaman yang benar, yang terbangun berdasarkan wahyu, baik dalam
bidang akidah maupun syariat, yang membuat mereka tunduk kepada nash wahyu dan
tidak memilih pendapat lain di hadapannya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan Barang siapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang
nyata.” (Al-Ahzab [33]: 36)
Kedua: Adanya pengaruh wahyu dan iman
yang mendalam terhadap perasan mereka.
Ketiga: Memformat praktik hidup—baik
dalam tataran individu maupun jamaah—sesuai dengan tuntutan wahyu.
Ketiga karakteristik tersebut
memiliki pengaruh besar dalam kehidupan mereka, baik dalam kehidupan pribadi
maupun bermasyarakat (dalam tataran jamaah).
Mereka selalu menghindari perbedaan pendapat dan perpecahan, hati mereka
lebih menyukai persatuan dan kerukunan. Karena, hidup mereka selalu
berlandaskan nash dan mengembalikan segala persoalan mereka kepadanya.
Mereka sangat antusias dan bersemangat
untuk menjadi orang-orang yang dicintai Allah dan mendapat ampunan-Nya lantaran
mengikuti Rasulullah saw dalam segala aspek kehidupan mereka sebagaimana firman
Allah Ta’ala, “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran [3]: 31)
Lingkaran ketiga yang lebih sempit
lagi dan terletak di dalam lingkaran kedua adalah lingkaran thaifah manshurah.
Ia bagian dari firqah najiyyah. Ia berbeda dengan anggota firqah najiyyah yang
lain karena mereka memikul beban dan konsekuensi jihad, tampil beramar makruf
nahi mungkar, membangun kehidupan Islami di bawah cahaya Al-Qur’an dan
As-Sunnah serta menghadapi orang-orang zalim, fasik, munafik, dan kafir.
Berdasarkan hadits-hadits thaifah manshurah yang sampai pada derajat
mutawatir, dapat disimpulkan bahwa karakteristik dasar thaifah manshurah ada
lima:
1.
Komitmen kepada kebenaran, istiqamah di atas agama yang benar,
dan berjalan di atas sunnah.
2.
Melaksanakan perintah Allah dengan menyebarkan sunnah, amar
makruf nahi mungkar, dan jihad.
3.
Menjadi pembaru urusan agama yang sudah hilang dari tengah umat.
4.
Selalu eksis sampai hari kiamat, dengan segala makna zhahir yang
mencakup arti tampak tidak tersembunyi, teguh di atas agama dan manhajnya,
menang dengan hujjah dan burhan (bukti/dalil), dan mendapat pertolongan Allah
dalam mengalahkan musuh, sekalipun terkadang juga menerima kekalahan.
5.
Sabar di atas kebenaran yang mereka pegang teguh. Tidak
membahayakan mereka orang-orang yang membuat makar kepadanya, orang-orang yang
menyelisihinya, dan orang-orang yang memusuhinya sampai datang keputusan Allah
mereka tetap sabar di atas kebenaran tersebut.
Syaikh Abdul Qadir menekankan urgensi karakteristik kedua sebagai ciri
khas thaifah manshurah dengan menyebutkan secara spesifik siapa thaifah
manshurah untuk masa sekarang ini. Beliau berkata, “Ilmu dan jihad; keduanya
adalah sifat thaifah manshurah yang paling penting. … Kelompok yang berilmu dan
berjihad dari umat inilah yang dimaksud thaifah manshurah.
Beliau menambahkan, “Namun demikian, bisa
jadi thaifah manshurah adalah firqah najiyyah secara keseluruhan, yaitu nanti
pada akhir zaman ketika mukminin bergabung ke Syam, lalu di sanalah turun Nabi
Isa untuk memerangi Dajjal, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits shahih.
Beginilah cara mendudukkan berbagai riwayat yang menyebutkan bahwa thaifah
manshurah itu berada di Syam atau Baitul Maqdis (hadits Abu Umamah), yaitu
terjadi pada akhir thaifah ini secara mutlak. Adapun pada masa-masa sebelum
itu, thaifah ini bisa berada di Syam atau tempat lainnya. Wallahu
Ta’ala a’lam.”
Adapun pada hari
ini kita sangat membutuhkan kesungguhan para ulama dan mujahidin, yang berada
di medan masing-masing. Agama ini tidak akan tegak hanya dengan ilmu saja,
tidak pula dengan jihad saja, namun harus dengan keduanya secara bersamaan.
Ibnu Taimiyyah berkata, ”Agama ini tidak akan tegak kecuali dengan Al-Kitab, mizan (neraca), dan besi (senjata); Al-Kitab sebagai petunjuk dan besi sebagai pembela, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan, dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia.” (Al-Hadid [57]: 25).
Ibnu Taimiyyah berkata, ”Agama ini tidak akan tegak kecuali dengan Al-Kitab, mizan (neraca), dan besi (senjata); Al-Kitab sebagai petunjuk dan besi sebagai pembela, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan, dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia.” (Al-Hadid [57]: 25).
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa thaifah manshurah adalah thaifah mujahidah
(kelompok yang berjihad) yang mengikuti manhaj syar’i yang lurus yaitu manhaj
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Kesimpulan dari nukilan-nukilan di atas, tidak ada pertentangan antara
pendapat Syaikh Salman dan Syaikh Abdul Qadir. Keduanya memiliki pendapat yang
sama ketika menentukan siapa sebenarnya thaifah manshurah itu. Hanya saja,
Syaikh Salman menyebutkan thaifah manshurah itu dalam bentuk poin-poin yang
menjadi karakteristik dari thaifah manshurah, sedangkan Syaikh Abdul Qadir
tidak menyebutkan karakteristik-karakteristik yang disebutkan Syaikh Salman
dalam bentuk poin-poin secara berurutan.
Hal ini bisa kita pahami karena Syaikh
Salman membahas masalah tersebut dalam bentuk kitab khusus yang memang
dibutuhkan sistematika yang baku dan urut, sedangkan Syaikh Abdul Qadir
membahasnya dalam sebuah kitab yang secara khusus mengupas masalah fikih jihad
kontemporer, yang memang fokus pembahasannya masalah jihad. Wallahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar