Kenakalan
Remaja, di Indonesia Sudah Sangat Parah
Beberapa bulan terakhir
ini, tingkat kenakalan remaja di negara kita khususnya di wilayah Yogyakarta
sudah sangat cukup parah. Untuk itu, orang tua dan semua pihak harus hati-hati
dan selalu waspada dalam merawat atau menjaga anaknya.
Sebab,
menurut Hajah Ciptaningsih Utaryo, dari Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta, seperti
tawuran antar sekolahan, tawuran remaja antar kampung, mabuk-mabukan, narkoba,
ugal-ugalan, bahkan sampai anak sekolah hamil diluar nikah dan sebagainya sudah
mulai marak.
“Dari
pengalaman itu, kami hanya mohon semua pihak khususnya orang tua harus terus
waspada membimbing atau merawat putra-putrinya,” kata Hj Ciptaningsih Utaryo
saat menyampaikan paparannya dalam acara Sosialisasi Kabupaten Layak Anak di
Gedung Induk Lantai III, Komplek Parasamya Bantul, siang tadi (14/7).
Menurut
dia, kenakalan remaja dalam masyarakat penyebabnya bukan hanya karena anaknya
bandel, namun ada sebab lain seperti orang tua yang salah mendidik atau terlalu
keras, terlalu memanjakan, pengaruh lingkungan dan ada penyebab yang lain pula.
“Untuk
menanggulangi kenakalan remaja kita, tidak hanya membimbing remajanya saja,
namun orang tuanya juga harus diberikan suatu pengertian dan bimbingan untuk
dapat memberikan pendidikan di dalam keluarga dan pemantauan kepada
remaja agar remaja kita tidak semakin rusak moralitasnya,” ujar Ciptaningsih.
Menurut
Nyadi Kasmorejo berdasarkan data yang ada di lembaganya kasus kekerasan
terhadap anak di DIY sudah tinggi. Dikatakan, Bantul menduduki angka cukup
tinggi, seperti kasus nikah usia dini.
Dijelaskan
hingga Pebruari tahun 2012 terdapat 135 kasus, disusul kemudian Sleman, Kota
dan Kulonprogo jauh dibawah Bantul dan Gunung Kidul ada 145 kasus.
Sedangkan
data kasus kekerasan yang ditangani LPA DIY diawal tahun 2012, di DIY
angka tertinggi adalah kekerasan pengasuhan 13, disusul kekerasan
pencurian 11, kekerasan seks 10, kekerasan fisik 8 dan baru kekerasan psikis 3
dan narkoba 1 kasus.
Sumber
: http://hendrikcebong24.blogspot.com
Kenakalan Remaja Level Berbahaya
BANTUL, suaramerdeka.com - Beberapa bulan terakhir ini, tingkat kenakalan
remaja di negara kita khususnya di wilayah Yogyakarta sudah sangat cukup parah.
Untuk itu, orang tua dan semua pihak harus hati-hati dan selalu waspada dalam
merawat atau menjaga anaknya.
Sebab, menurut Hajah Ciptaningsih Utaryo, dari Yayasan Sayap
Ibu Yogyakarta, seperti tawuran antar sekolahan, tawuran remaja antar kampung,
mabuk-mabukan, narkoba, ugal-ugalan, bahkan sampai anak sekolah hamil diluar
nikah dan sebagainya sudah mulai marak.
"Dari pengalaman itu, kami hanya mohon semua pihak
khususnya orang tua harus terus waspada membimbing atau merawat
putra-putrinya," kata Hj Ciptaningsih Utaryo saat menyampaikan paparannya
dalam acara Sosialisasi Kabupaten Layak Anak di Gedung Induk Lantai III,
Komplek Parasamya Bantul, siang tadi (14/7).
Menurut dia, kenakalan remaja dalam masyarakat penyebabnya
bukan hanya karena anaknya bandel, namun ada sebab lain seperti orang tua yang
salah mendidik atau terlalu keras, terlalu memanjakan, pengaruh lingkungan dan
ada penyebab yang lain pula.
"Untuk menanggulangi kenakalan remaja kita, tidak hanya
membimbing remajanya saja, namun orang tuanya juga harus diberikan suatu
pengertian dan bimbingan untuk dapat memberikan pendidikan di dalam
keluarga dan pemantauan kepada remaja agar remaja kita tidak semakin rusak
moralitasnya," ujar Ciptaningsih.
Menurut Nyadi Kasmorejo berdasarkan data yang ada di
lembaganya kasus kekerasan terhadap anak di DIY sudah tinggi. Dikatakan, Bantul
menduduki angka cukup tinggi, seperti kasus nikah usia dini.
Dijelaskan hingga Pebruari tahun 2012 terdapat 135 kasus,
disusul kemudian Sleman, Kota dan Kulonprogo jauh dibawah Bantul dan Gunung
Kidul ada 145 kasus.
Sedangkan data kasus kekerasan yang ditangani LPA DIY diawal
tahun 2012, di DIY angka tertinggi adalah kekerasan pengasuhan 13,
disusul kekerasan pencurian 11, kekerasan seks 10, kekerasan fisik 8 dan
baru kekerasan psikis 3 dan narkoba 1 kasus.
Sumber : http://www.suaramerdeka.com
Geliat dunia remaja yang berjumlah 63,4 juta atau sekitar 26,7
persen dari total penduduk Indonesia kian banyak menyita perhatian media.
Sayangnya, kabar dari dunia remaja yang mengisi headline media
massa justeru didominasi oleh berita miring dan negatif. Kasus kenakalan
remaja—yang mengarah pada kriminalitas remaja—dengan berbagai bentuknya tak
henti-hentinya menjadi trending topik, baik di dunia nyata maupun di dunia
maya. Sudah separah itukah kondisi remaja saat ini?
Kenakalan Remaja Kian Merajalela
Naiknya grafik jumlah kenakalan/kriminalitas remaja setiap tahun
menunjukkan permasalahan remaja yang cukup kompleks. Ini tidak hanya
diakibatkan oleh satu perilaku menyimpang, tetapi akibat berbagai bentuk
pelanggaran terhadap aturan agama, norma masyarakat atau tata tertib sekolah
yang dilakukan remaja. Berikut beberapa bentuk kenakalan remaja—yang sejatinya
mengarah pada kejahatan/kriminalitas remaja, red.—yang sering
mendominasi pemberitaan media massa:
1. Penyalahgunaan
narkoba.
Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja makin menggila.
Penelitian yang pernah dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan bahwa
50 – 60 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah kalangan pelajar dan
mahasiswa. Total seluruh pengguna narkoba berdasarkan penelitian yang dilakukan
BNN dan UI adalah sebanyak 3,8 sampai 4,2 juta. Di antara jumlah itu, 48% di
antaranya adalah pecandu dan sisanya sekadar coba-coba dan pemakai. Demikian
seperti disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Kabag Humas) BNN, Kombes
Pol Sumirat Dwiyanto seperti dihubungi detikHealth, Rabu
(6/6/2012).
2. Akses media
porno.
Pornografi dan pornoaksi yang tumbuh subur di negeri kita
memancing remaja untuk memanjakan syahwatnya, baik di lapak kaki lima maupun
dunia maya. Zoy Amirin, pakar psikologi seksual dari Universitas
Indonesia, mengutip Sexual Behavior Survey 2011, menunjukkan 64 persen
anak muda di kota-kota besar Indonesia ‘belajar’ seks melalui film porno atau
DVD bajakan. Akibatnya, 39 persen responden ABG usia 15-19 tahun sudah pernah
berhubungan seksual, sisanya 61 persen berusia 20-25 tahun. Survei yang
didukung pabrik kondom Fiesta itu mewawancari 663 responden berusia 15-25 tahun
tentang perilaku seksnya di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Bali
pada bulan Mei 2011.
3. Seks bebas.
Gerakan moral Jangan Bugil di Depan Kamera (JBDK)
mencatat adanya peningkatan secara signifikan peredaran video porno yang dibuat
oleh anak-anak dan remaja di Indonesia. Jika pada tahun 2007 tercatat ada 500
jenis video porno asli produksi dalam negeri, maka pada pertengahan 2010 jumlah
tersebut melonjak menjadi 800 jenis. Fakta paling memprihatinkan dari fenomena
di atas adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video tersebut,
pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Sesuai dengan data
penelitan yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. (Okezone.com, 28/3/2012).
4. Aborsi.
Gaya hidup seks bebas berakibat pada kehamilan tidak dikehendaki
yang sering dialami remaja putri. Karena takut akan sanksi sosial dari
lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat sekitar, banyak pelajar hamil
yang ambil jalan pintas: menggugurkan kandungannya. Base line survey yang dilakukan oleh BKKBN LDFE UI
(2000), di Indonesia terjadi 2,4 juta kasus aborsi pertahun
dan sekitar 21% (700-800 ribu) dilakukan oleh remaja.Data yang sama juga
disampaikan Komisi Nasional Perlindungan Anak tahun 2008. Dari 4.726 responden
siswa SMP dan SMA di 17 kota besar, sebanyak 62,7 persen remaja SMP sudah tidak
perawan, dan 21,2 persen remaja mengaku pernah aborsi (Kompas.com,
14/03/12).
5. Prostitusi.
Selain aborsi dan penularan penyakit menular seksual, gaya hidup
seks bebas juga memicu pertumbuhan pekerja seksual remaja yang sering dikenal
dengan sebutan ‘cewek bispak’. Sebuah penelitian mengungkap fakta bahwa
jumlah anak dan remaja yang terjebak di dunia prostitusi di Indonesia semakin
meningkat dalam empat tahun terakhir ini, terutama sejak krisis moneter terjadi.
Setiap tahun sejak terjadinya krismon, sekitar 150.000 anak di bawah usia 18
tahun menjadi pekerja seks. Menurut seorang ahli, setengah dari pekerja seks di
Indonesia berusia di bawah 18 tahun, sedangkan 50.000 di antaranya belum
mencapai usia 16 tahun (http://www.gelombangotak.net/pages/artikel-terkait-16/prostitusi-di-kalangan-remaja—200.html,
4/5/12).
6. Tawuran.
Kejahatan remaja yang satu ini tengah naik daun pasca tawuran
pelajar SMAN 70 dengan SMAN 6 yang menewaskan Alawi, siswa kelas X SMA 6.
Tawuran pelajar seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perilaku
pelajar. Meski sudah banyak jatuh korban, ‘perang kolosal’ ala pelajar terus
terjadi. Data dari Komnas Anak, jumlah tawuran pelajar sudah memperlihatkan
kenaikan pada enam bulan pertama tahun 2012. Hingga bulan Juni, sudah terjadi
139 tawuran kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus menyebabkan
kematian. Pada 2011, ada 339 kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal dunia
(Vivanews.com, 28/09/12).
7. Geng motor.
Karena longgarnya pengawasan dan ketidaktegasan terhadap geng
motor, para angota geng motor semakin leluasa bertindak brutal. Lembaga
pengawas kepolisian Indonesia (IPW) mencatat ada tiga prilaku buruk geng motor
yaitu balapan liar, pengeroyokan dan judi berbentuk taruhan. Tak
tanggung-tanggung, menurut data IPW, judi taruhan tersebut berkisar pada Rp 5
sampai 25 juta per sekali balapan liar. IPW juga mencatat aksi brutal yang
dilakukan geng motor di Jakarta telah tewaskan sekitar 60 orang setiap tahunnya.
Mereka menjadi korban aksi balap liar, perkelahian, maupun korban penyerangan
geng motor (http://www.radioaustralia.net.au, 18/4/12).
Kejahatan remaja yang terus meningkat setiap tahunnya
menunjukkan bahwa kondisi ini tidak semata potret buram, tetapi juga kusut dan
sulit terurai. Pemerintah seolah ‘angkat tangan’ mengatasinya sampai tuntas.
Faktanya, setiap tahun grafik kejahatan remaja terus beranjak naik. Padahal
sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah untuk mengatasi masalah ini,
tetapi hasilnya belum signifikan. Apa yang salah dengan solusi dari Pemerintah?
Solusi Kapitalis Setengah Hati
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah agar generasi muda bisa
menunjukkan kesiapannya menjadi calon pemimpin masa depan. Berikut beberapa
kebijakan Pemerintah dalam mengatasi masalah remaja:
1. Gerakan anti
narkoba.
Guna mengantisipasi penggunaan narkoba di kalangan remaja,
Pemerintah gencar mengkampanyekan program ‘Say No to Drugs!’ Ini
dilakukan mulai dari penunjukkan duta remaja anti narkoba, sosialisasi bahaya
narkoba ke sekolah-sekolah, hingga razia narkoba di kalangan remaja. Bagi
pecandu heroin yang sudah akut, Pemerintah memfasilitasi mereka dengan
pengadaan jarum suntik steril sebagai antisipasi penyebaran virus HIV. Ada juga
program substitusi (pengganti) heroin dengan metadon sebagai bagian dari terapi
penyembuhan pecandu.
Ironis. Di satu sisi Pemerintah ngotot ingin menghentikan
peredaran narkoba, namun di sisi lain justru pemerintah melestarikan pemakaian
narkoba. Inilah salah satu solusi dangkal yang ditawarkan oleh sistem kapitalis
sekular dalam mengatasi masalah narkoba.
2. Gerakan
kondomisasi.
Saat ini, kampanye safe sex with condom gencar
disuarakan berbagai pihak demi memutus rantai penyebaran virus HIV. Hal senada juga
diangkat lagi oleh Menkes Nafsiah Mboi dengan program kondomisasi remaja;
seolah ‘karet pengaman’ itu tidak bisa ditembus oleh HIV. Padahal kenyataan
menunjukkan sebaliknya. Pakar AIDS, R, Smith (1995), setelah bertahun-tahun
mengikuti ancaman AIDS dan penggunaan kondom, mengecam mereka yang telah
menyebarkan safe sex dengan cara menggunakan kondom sebagai “sama
saja dengan mengundang kematian”. Selanjutnya beliau mengetengahkan pendapat
agar risiko penularan/penyebaran HIV/AIDS diberantas dengan cara menghindari
hubungan seksual di luar nikah (Republika, 12/11/1995).
Kondomisasi cuma sebuah solusi pragmatis yang sangat
menyesatkan. Pasalnya, kondomisasi bukan menghilangkan akar masalah
sesungguhnya, yakni seks bebas yang kian beringas di kalangan remaja.
Sebaliknya, kondomisasi makin menambah masalah, karena secara tidak langsung
melegalisasi seks bebas. Bukannya mengantisipasi, malah memfasilitasi.
Akibatnya, kampanye kondom berpotensi menguatkan gaya hidup seks bebas. Hal ini
pernah diungkapkan oleh Mark Schuster dari Rand, sebuah lembaga penelitian
nirlaba, dan seorang pediatri di University of California. Berdasarkan
penelitian mereka, setelah kampanye kondomisasi, aktivitas seks bebas di
kalangan pelajar pria meningkat dari 37% menjadi 50% dan di kalangan pelajar
wanita meningkat dari 27% menjadi 32% (USA Today, 14/4/1998).
3. Razia tawuran
pelajar.
Untuk mengantisipasi tawuran pelajar yang kian marak, Pemerintah
gencar melakukan razia ke sekolah maupun di jalan raya. Pelajar yang kedapatan membawa
senjata tajam segera diciduk dan dibawa ke kantor polisi untuk diproses.
Menteri Pendidikan Nasional, M Nuh menjelaskan langkah konkret yang akan
ditempuh agar tawuran tidak kembali terjadi, yakni dengan cara membuat tiga
rumusan dasar: (a) Tegakkan disiplin internal sekolah; (b) Bangun kegiatan
bersama antarsekolah; (c) Berikan dukungan penuh kepada kepolisian untuk
menegakkan hukum siapapun yang salah harus dihukum.
Dari upaya Pemerintah mengatasi kenakalan/kejahatan remaja,
kebanyakan masih berkutat di permukaan yang pragmatis, belum menyentuh aspek
mendasarnya. Inilah solusi pragmatis setengah hati yang menjadi ciri khas
sistem kapitalis dalam menyelesaikan masalah. Penyalahgunaan narkoba diatasi
dengan metode substitusi (pengganti). Maraknya prostitusi diatasi dengan
lokalisasi. Gencarnya seks bebas diatasi dengan kondomisasi. Jadi, yang
pemerintah kejar bukan kebaikan masyarakat, tetapi hanya penurunan pengidap
HIV/AIDS agar sesuai dengan poin 6 agenda MDGs (Millenium Development Goals) atau
Tujuan Pembangunan Milenium. Inilah salah satu bentuk penjajahan baru dari
negara kapitalis yang dilegitimasi oleh PBB. Dengan demikian negara maju bisa
dengan bebas mengintevensi kebijakan negara berkembang dengan dalih
penyelesaian masalah sosial. Padahal solusinya tampak setengah hati dan
menambah parah masalah dalam negeri.
Menepis Diskriminasi Rohis
Satu hal yang tidak disentuh secara intensif oleh Pemerintah
dalam mengatasi masalah kenakalan/kejahatan remaja, yaitu edukasi bermutu
tinggi; sebuah konsep pembelajaran bagi remaja yang bisa mempengaruhi pola
pikir dan pola sikap mereka ke arah positif. Tidak sekadar penyuluhan akibat
seks bebas atau sosialisasi bahaya narkoba, tetapi pembentukan pemahaman
positif pada diri remaja yang terus-menerus. Dengan begitu mereka mempunyai
dorongan sangat kuat untuk menjauhi perilaku yang bisa mengantarkan mereka pada
kenakalan/kejahatan. Dorongan yang lebih kuat dari solidaritas teman,
pertimbangan materi, atau ikatan emosional, inilah yang didapat siswa dari
kegiatan rohis di sekolah maupun kampus.
Rohis dapat meningkatkan sikap religius siswa. Melalui rohis
siswa memiliki kesempatan yang cukup besar untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
keagamaan dan meningkatkan pemahaman keislaman melalui kajian hadis, fikih,
akidah, akhlak dan tarikh. Bukan hanya itu, kajian khusus untuk membahas
problematika remaja dengan cara pandang Islam menjadikan para siswa memiliki
kepribadian yang Islami (syakhshiyah Islamiyah). Mereka
menjadi siswa yang memahami halal dan haram, terikat dengan aturan agama dan
taat beribadah. Semua itu akan menjadi pondasi awal bagi mereka jika kelak
menjadi pemimpin ataupun yang dipimpin di dalam masyarakat. Kehadiran rohis
setidaknya menjadi solusi untuk mengeliminasi masalah kenakalan remaja yang
terus meningkat.
Sayangnya, pada tanggal 5 September 2012, Metro TV bikin ulah yang mencoreng nama
baik organisasi kerohanian Islam alias rohis. Dalam sebuah tayangan
program “Metro Hari Ini”, stasiun TV yang digawangi Surya Paloh ini memaparkan
sebuah ilustrasi mengenai pola rekrutmen ‘teroris muda’ yang dikaitkan dengan
kegiatan ekstra kulikuler berbasis mesjid yang ada di sekolah.
Apa yang disampaikan Pranowo dan Metro TV semakin menguatkan keyakinan banyak orang
bahwa war on terrorism is war against Islam. Ini adalah
stempel negatif yang dimaksudkan untuk membunuh karakter rohis, aktivisnya dan
ajaran Islam. Stigma ini adalah teror yang menakut-nakuti agar para siswa
menjauh dari rohis; teror bagi orangtua siswa agar tidak mengizinkan
putra-putrinya aktif bersama rohis; juga teror terhadap institusi sekolah agar
menutup kegiatan rohis jika tidak ingin dicap melindungi base camp pembinaan teroris.
Jika
Pemerintah punya kemauan kuat untuk mengatasi kenakalan/kejahatan remaja,
sejatinya tak memandang sebelah mata keberadaan rohis, apalagi sampai
mengkaitkannya sebagai sarang teroris. Justru rohis dengan segudang kegiatannya
akan membantu kerja Pemerintah dalam mengedukasi remaja untuk menjauhi
pelanggaran aturan agama, norma masyarakat, maupun hukum negara. Dengan begitu
remaja bisa membingkai masa depan kepemimpinannya dengan cerah dan tanpa kusut,
seperti harapan pemerintah dan kita semua. Rohis mesti tetap eksis! [341; Guslaeni Hafid (Anggota LDS DPP HTI, Pimred
Majalah Remaja Islam D’Rise)].
Obat Aborsi Di Bantul
BalasHapusObat Cytotec Asli Di Bantul
Obat Penggugur Kandungan Di Bantul
Jual Obat Aborsi Di Bantul
Cytotec Asli Di Bantul
Obat Aborsi Cod Di Bantul
Obat Pelancar Haid Di Bantul
Obat Terlambat Datang Bulan Di Bantul
Obat Peluntur Janin Di Bali
Obat Cytotec Asli
Obat Aborsi
Jual Obat Cytotec Asli
Cytotec Asli
Jual Obat Aborsi
Obat Peluntur Janin
Obat Penggugur Kandungan
Obat Terlambat Datang Bulan
Obat Pelancar Haid
WA: 0812 1519 9699
WEBSITE RESMI: https://penggugur-janin.com/