Apakah Jokowi Khalifah?
Apakah Jokowi dapat dianggap sebagai khalifah
bagi kaum Muslimin di Indonesia?
Jawab :
Jokowi tak dapat dianggap
sebagai khalifah, karena 4 (empat) alasan berikut :
Pertama, karena anggapan Jokowi sebagai khalifah itu sifatnya hanya
anggapan sepihak oleh pihak tertentu. Pada sisi lain Jokowinya sendiri tidak
pernah diangkat (dibaiat) sebagai khalifah oleh pihak tertentu itu.
Padahal menjadi
khalifah itu tak bisa hanya dengan klaim sepihak, melainkan wajib ada akad
(baiat) oleh dua pihak, seperti dijelaskan oleh Imam Al Mawardi. Dua pihak itu
adalah; ahlul
ikhtiyar(sekelompok wakil
umat sebagai ahlul
halli wal aqdi), dan ahlul imamah (calon imam/khalifah).(Imam Al
Mawardi, Al Ahkamus
Sulthaniyyah, hlm. 5-6).
Kedua, karena sumpah yang diucapkan Jokowi di hadapan MPR tak dapat
dianggap sebagai baiat, sehingga implikasinya Jokowi tidak boleh disebut
khalifah.
Hal itu karena
sumpah (al halfu/al yamin) bukanlah baiat. Karena sumpah dalam
fiqih ISLAM
hanya dimaksudkan untuk menegaskan pernyataan dari pihak yang
bersumpah, bukan dimaksudkan sebagai cara pengangkatan menjadi khalifah.
Lagipula pengucapan sumpah itu merupakan perbuatan hukum (tasharruf)yang bukan akad, yaitu tidak
memerlukan kesepakatan dua pihak dan dapat sah hanya oleh satu pihak saja, yaitu pengucap sumpah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/72).
Ketiga, karena Jokowi tak menjalankan tugas-tugas seorang khalifah,
sehingga tak layak Jokowi dianggap sebagai seorang khalifah.
Sebagian ulama
telah merinci tugas khalifah itu menjadi sepuluh macam tugas, seperti
memelihara ajaran agama (hifzh al diin), menerapkan hukum-hukum syariah, menerapkan huduud, melaksanakan jihad fi sabilillah,
dsb. (Imam Al Mawardi, Al Ahkamus Sulthaniyyah, hlm. 15; Imam Abu Ya’la Al Farra`,Al Ahkamus Sulthaniyyah, hlm. 11).
Para ulama
meringkas tugas-tugas khalifah itu menjadi dua tugas saja, yaitu memelihara
agama (hirasah al diin) dan mengatur kehidupan dunia dengan
agama. (siyasah al dunya). (Nihayatul Muhtaj, Juz 7 hlm. 389).
Andaikata benar
Jokowi khalifah, seharusnya dia menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Faktanya tidak. Misalnya,
Jokowi tak melaksanakan huduud, tak berjihad fi sabilillah, dan tak menerapkan hukum-hukum
syariah (kecuali secara parsial), bahkan sebaliknya berencana menghapus perda-perda syariah.
Kalaupun Jokowi
menerapkan syariah, itu hanya parsial saja, misal ibadah (seperti haji) atau hukum-hukum keluarga (nikah, cerai,
dll), dan sedikit muamalah (perbankan syariah, zakat, dll). Penerapan parsial
ini jelas melanggar syariah ISLAM
itu sendiri. Karena Allah SWT mewajibkan penerapan syariah
secara menyeluruh (kaffah). (QS Al Baqarah [2] : 208).
Keempat, karena Jokowi tidak memenuhi sebagian syarat akad khalifah (syuruth al in’iqad). Secara lengkap terdapat 7 (tujuh)
syarat akad khalifah, yaitu : (1) muslim, (2) laki-laki, (3) berakal, (4) baligh, (5) merdeka (bukan
budak), (6) adil (tidak fasik), dan (7) berkemampuan. (Taqiyuddin An Nabhani,Muqaddimah Ad Dustur, Beirut : Darul Ummah, 2009, Juz I
hlm. 130-133).
Dari ketujuh syarat
tersebut, Jokowi hanya memenuhi lima syarat, yaitu; muslim, laki-laki, berakal,
baligh, dan bukan budak. Sedang dua syarat, yaitu adil (tidak fasik) dan mampu,
tidak dipenuhi oleh Jokowi. Karena Jokowi sebagai kepala daerah (Surakarta dan
DKI), dipastikan terlibat transaksi ribawi, yang merupakan kefasikan yang
menghilangkan sifat adil (‘adalah). Dari segi kemampuan Jokowi mungkin secara fisik dia mampu.
Tapi secara ilmu jelas tidak. Karena seorang khalifah harus mempunyai ilmu
Syariah ISLAM
dalam berbagai aspeknya, seperti politik, ekonomi, pendidikan,
dan sebagainya.
Jadi, anggapan
Jokowi sebagai khalifah adalah tidak benar, dan hanya merupakan laghwun (omong kosong), yaitu ucapan sia-sia
yang tidak ada artinya. Tujuannya bukan untuk mendidik umat ISLAM
, tapi justru untuk membodohi mereka, seraya memberi legitimasi
palsu kepada pemimpin sistem sekuler. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar