![]() |
Pembagian
Waris Menurut Islam
oleh Muhammad Ali
Ash-Shabuni
|
|||||||||||||||||||||||||||||||
PENGHITUNGAN DAN PENTASHIHAN
MENGETAHUI pokok masalah merupakan
suatu keharusan bagi kita yang mengkaji ilmu faraid. Hal ini agar kita dapat
mengetahui secara pasti bagian setiap ahli waris, hingga pembagiannya
benar-benar adil, tanpa mengurangi atau melebihkan hak masing-masing.
Persoalan "pokok masalah" ini di kalangan ulama faraid dikenal
dengan istilah at-ta'shil, yang berarti usaha untuk mengetahui pokok masalah.
Dalam hal ini, yang perlu diketahui adalah bagaimana dapat memperoleh angka
pembagian hak setiap ahli waris tanpa melalui pemecahan yang rumit. Karena
itu, para ulama ilmu faraid tidak mau menerima kecuali angka-angka yang jelas
dan benar (maksudnya tanpa menyertakan angka-angka pecahan, penj.).
Untuk mengetahui pokok masalah,
terlebih dahulu perlu kita ketahui siapa-siapa ahli warisnya. Artinya, kita
harus mengetahui apakah ahli waris yang ada semuanya hanya termasuk 'ashabah,
atau semuanya hanya dari ashhabul furudh, atau gabungan antara 'ashabah
dengan ashhabul furudh.
Apabila seluruh ahli waris yang ada
semuanya dari 'ashabah, maka pokok masalahnya dihitung per kepala --jika
semuanya hanya dari laki-laki. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan
lima orang anak laki-laki, maka pokok masalahnya dari lima. Atau seseorang
wafat meninggalkan sepuluh saudara kandung laki-laki, maka pokok masalahnya
dari sepuluh.
Bila ternyata ahli waris yang ada
terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, maka satu anak laki-laki kita
hitung dua kepala (hitungan), dan satu wanita satu kepala. Hal ini diambil
dari kaidah qur'aniyah: bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan.
Pokok masalahnya juga dihitung dari jumlah per kepala.
Misalnya, seseorang wafat dan hanya
meninggalkan lima orang anak, dua laki-laki dan tiga perempuan. Maka pokok
masalahnya berarti tujuh (7). Contoh lain, bila mayit meninggalkan lima anak
perempuan dan tiga anak laki-laki, maka pokok masalahnya sebelas, dan
demikian seterusnya.
Kemudian, jika ternyata ahli waris
yang ada semuanya dari ashhabul furudh yang sama, berarti itulah pokok
masalahnya. Misalnya, seseorang wafat dan meninggalkan seorang suami dan
saudara kandung perempuan. Maka pokok masalahnya dari dua (2). Sebab, bagian
suami setengah (1/2) dan bagian saudara kandung perempuan juga setengah
(1/2). Secara umum dapat dikatakan bahwa bila ahli waris semuanya sama
--misalnya masing-masing berhak mendapat seperenam (1/6)-- maka pokok
masalahnya dari enam (6). Bila semuanya berhak sepertiga (1/3), maka pokok
masalahnya dari tiga (3). Bila semuanya seperempat (1/4) atau seperdelapan
(1/8), maka pokok masalahnya dari empat atau delapan, begitu seterusnya.
Sedangkan jika para ahli waris yang
ditinggalkan pewaris terdiri dari banyak bagian --yakni tidak dari satu
jenis, misalnya ada yang berhak setengah, seperenam, dan sebagainya-- kita
harus mengalikan dan mencampur antara beberapa kedudukan, yakni antara
angka-angka yang mutamatsilah (sama) atau yang mutadaakbilah (saling
berpadu), atau yang mutabaayinah (saling berbeda).
Untuk memperjelas masalah ini,
baiklah kita simak kaidah yang telah diterapkan oleh para ulama ilmu faraid.
Kaidah ini sangat mudah sekaligus mempermudah kita untuk memahami pokok
masalah ketika ahli waris terdiri dari berbagai sahib fardh yang mempunyai
bagian berbeda-beda.
Para ulama faraid membagi kaidah
tersebut menjadi dua bagian:
Pertama: bagian setengah (1/2), seperempat
(1/4), dan seperdelapan (1/8).
Kedua: bagian dua per tiga (2/3),
sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
Apabila para ashhabul furudh hanya
terdiri dari bagian yang pertama saja (yakni 1/2, 1/4, 1/8), berarti pokok
masalahnya dari angka yang paling besar. Misalnya, bila dalam suatu keadaan,
ahli warisnya dari sahib fardh setengah (1/2) dan seperempat (1/4), maka
pokok masalahnya dari empat (4).
Misal lain, bila dalam suatu keadaan
ahli warisnya terdiri dari para sahib fardh setengah (1/2), seperempat (1/4),
dan seperdelapan (1/8) --atau hanya seperempat dengan seperdelapan-- maka
pokok masalahnya dari delapan (8). Begitu juga bila dalam suatu keadaan ahli
warisnya terdiri dari sahib fardh sepertiga (1/3) dengan seperenam (1/6) atau
dua per tiga (2/3) dengan seperenam (1/6), maka pokok masalahnya dari enam
(6). Sebab angka tiga merupakan bagian dari angka enam. Maka dalam hal ini
hendaklah diambil angka penyebut yang terbesar.
Akan tetapi, jika dalam suatu keadaan
ahli warisnya bercampur antara sahib fardh kelompok pertama (1/2, 1/4, dan
1/8) dengan kelompok kedua (2/3, 1/3, dan 1/6) diperlukan kaidah yang lain
untuk mengetahui pokok masalahnya. Kaidah yang dimaksud seperti tersebut di
bawah ini:
1.
Apabila dalam suatu
keadaan, sahib fardh setengah (1/2) --yang merupakan kelompok pertama--
bercampur dengan salah satu dari kelompok kedua, atau semuanya, maka pokok
masalahnya dari enam (6).
2.
Apabila dalam suatu
keadaan, sahib fardh seperempat (1/4) yang merupakan kelompok pertama--
bercampur dengan seluruh kelompok kedua atau salah satunya, maka pokok
masalahnya dari dua belas (12).
3.
Apabila dalam suatu
keadaan, sahib fardh seperdelapan (1/8) yang merupakan kelompok pertama--
bercampur dengan seluruh kelompok kedua, atau salah satunya, maka pokok
masalahnya dari dua puluh empat (24).
Untuk lebih memperjelas kaidah
tersebut, perlu saya utarakan beberapa contoh. Misalnya, seseorang wafat dan
meninggalkan suami, saudara laki-laki seibu, ibu, dan paman kandung. Maka
pembagiannya sebagai berikut: suami mendapat setengah (1/2), saudara
laki-laki seibu seperenam (1/6), ibu sepertiga (1/3), sedangkan paman sebagai
'ashabah, ia akan mendapat sisa yang ada setelah ashhabul furudh menerima
bagian masing-masing. Bila tidak tersisa, maka ia tidak berhak menerima harta
waris.
Dari contoh tersebut tampak ada
campuran antara kelompok pertama (yakni 1/2) dengan sepertiga (1/3) dan
seperenam (1/6), yang merupakan kelompok kedua. erdasarkan kaidah yang ada,
pokok masalah pada contoh tersebut dari enam. Lihat diagram:
Pokok
masalah dari enam (6)
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, ibu, dua orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara laki-laki kandung. Maka pembagiannya seperti berikut: bagian istri seperempat (1/4), ibu seperenam (1/6), dua saudara laki-laki seibu sepertiga (1/3), dan saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah.
Pada contoh ini tampak ada campuran
antara bagian seperempat (1/4) --yang termasuk kelompok pertama-- dengan
seperenam (1/6) dan sepertiga (1/3). Maka berdasarkan kaidah, pokok
masalahnya dari dua belas (12). Angka tersebut merupakan hasil perkalian
antara empat (yang merupakan bagian istri) dengan tiga (sebagai bagian kedua
saudara laki-laki seibu). Tabelnya tampak berikut ini:
Pokok
masalah dari dua belas (12)
Misal lain, seseorang wafat dan meninggalkan istri, anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, ibu, dan saudara kandung laki-laki. Maka pembagiannya sebagai berikut: istri mendapat seperdelapan (1/8), anak perempuan setengah (1/2), cucu perempuan keturunan anak laki-laki mendapat seperenam (1/6) sebagai penyempurna dua per tiga (2/3), dan bagian ibu seperenam (1/6). Sedangkan saudara kandung laki-laki sebagai 'ashabah, karenanya ia mendapat sisa harta waris bila ternyata masih tersisa.
Pada contoh ini tampak ada
percampuran antara seperdelapan (1/8) sebagai kelompok pertama dengan
seperenam (1/6) sebagai kelompok kedua. Maka berdasarkan kaidah yang ada,
pokok masalah pada contoh ini dari dua pulah empat (24). Berikut ini
tabelnya:
Pokok
masalah dari 24
Angka dua puluh empat (24) yang dijadikan sebagai pokok masalah timbul sebagai hasil perkalian antara setengah dari enam (yakni 3) dengan delapan (6 : 2 x 8 = 24). Atau setengah dari delapan (yakni empat) kali enam (6), (8 : 2 x 6 = 24). Hal seperti ini disebabkan setengah dari dua angka tersebut (yakni enam dan delapan) ada selisih, karenanya kita ambil setengah dari salah satu angka tadi, kemudian kita kalikan dengan angka yang lain dengan sempurna. Begitulah seterusnya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||
Pembagian Waris Menurut Islam
oleh Muhammad Ali ash-Shabuni penerjemah A.M.Basamalah Gema Insani Press, 1995 Jl. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740 Tel.(021) 7984391-7984392-7988593 Fax.(021) 7984388 ISBN 979-561-321-9 |
Jumat, 27 November 2015
Langganan:
Postingan (Atom)
HUKUM MEMILIH PEMIMPIN
HUKUM MEMILIH PEMIMPIN Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menegaskan tentang memilih pemimpin di antaranya, firman Allah Swt: -(Al-Maidah: ...
-
APAKAH HAKEKAT DHOROR SEBENARNYA? Apa yang dimaksud dengan dhoror itu? Menurut ulama ushul yang banyak membuat berbagai kaidah-kai...
-
HUKUM MENYANYI DAN MUSIK DALAM FIQIH ISLAM Oleh : Muhammad Shiddiq Al-Jawi 1. Pendahuluan Keprihatinan yang dalam akan kita ra...
-
BOLEHKAH BERJABAT TANGAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN SELAIN MAHRAM Diskusi dan kajian tentang berbagai masalah fiqhiyah seringkali ...