Senin, 08 Desember 2014

KEISTIMEWAAN MANUSIA PADA AKALNYA

Keistimewaan manusia

Manusia, makhluk ciptaan Allah yang satu ini mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan makhluk2 ciptaan-Nya yang lain. Keistimewaan yang Allah berikan kepada manusia adalah akal yang tidak Allah berikan selain kepada manusia. Selain dari itu manusia mempunyai keistimewaan2 yang lain, seperti kebutuhan jasmani (basic needs) dan naluri (gharizah). Namun disaat manusia ga menggunakan akalnya, manusia dapat di sejajarkan dengan hewan bahkan lebih hina lagi dari hewan, seperti yang di terangkan Al-Qur’an :
“Kami telah menjadikan untuk isi neraka jahanam, kebanyakan dari manusia dan jin. Mereka mempunyai akal, tetapi tidak digunakan untuk berfikir. Mereka mempunyai mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat. Mereka mempunyai telinga, tetapi tidak digunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti hewan bahkan lebih hina lagi.” (QS. Al-A’raf : 179).
Walaupun manusia diberi keistimewaan akal bukan berarti manusia akan ‘tetap mulia’ dibanding dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain yaitu dimana saat kondisi yang seperti diterangkan ayat di atas di saat manusia tidak mempergunakan akalnya untuk berfikir, pendengarannya untuk mendengar dan penglihatannya untuk melihat realitas maka mereka sama seperti hewan.
Akal sesungguhnya merupakan “kekuatan untuk menghasilkan keputusan (kesimpulan) tentang sesuatu” dan untuk menghasilkan kekuatan itu di perlukan empat komponen, yaitu Fakta, indra, maklumat dan otak. Adapun proses kerja dari komponen tersebut untuk menghasilkan kekuatan yang disebut Akal adalah memindahkan realitas yang terindra ke dalam otak melalui alat indra yang ada, dan dengan maklumat awal yang ada di dalam otak, realitas tersebut disimpulkan. Atau dengan bahasa lain akal adalah kemampuan berfikir untuk mengaitkan fakta yang terindra dengan maklumat sebelumnya yang ada di dalam otak. Pada saat itulah terbentuklah kekuatan untuk menyimpulkan realitas. Inilah esensi akal manusia.
Jika dalam ayat di atas Allah menyamakan manusia dan jin dengan hewan disaat mereka tidak menggunakan keistimewaannya atau dengan kata lain mereka tidak menggunakan akalnya untuk berfikir, dengan demikian jelaslah hewan memang tidak mempunyai akal. Jelas bagi kita dimana letak perbedaan hewan dengan manusia.
Keistimewaan manusia yang lainnya adalah kebutuhan jasmani yaitu kebutuhan mendasar (basic needs) yang timbul akibat kerja struktur organ tubuh manusia yang jika tidak dipenuhi struktur organ tubuh manusia tersebut dapat mengalami gangguan bahkan bisa mengakibatkan kerusakan. Sebagai contoh; tubuh manusia sangat memerlukan air yang jika tidak dipenuhi dapat mengakibatkan gangguan bahkan kerusakan. Penyakit ginjal adalah contoh penyakit yang disebabkan karna kekurangan air. Contoh lain; butuhnya manusia terhadap oksigen yang jika tidak dipenuhi dapat menyebabkan sesak nafas bahkan dapat mengakibatkan kematian. Itulah yang dinamakan kebutuhan jasmani. Kebutuhan jasmani wajib dipenuhi jika tidak dapat mengalami kerusakan bahkan kematian. Kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan dasar (basic needs) karna itu sesuatu yang Allah haramkan dalam kondisi tertentu/darurat berubah status menjadi halal. Sebagaimana Firman-Nya :
“Maka, siapa saja yang dalam keadaan terpaksa, tanpa unsur kesengajaan dan membangkang, maka tiada dosa baginya.” (QS. Al-Maidah : 3).
Ayat di atas dinyatakan oleh Allah SWT dalam konteks keharaman bangkai, darah, daging babi dan sebagainya. Itu semua kemudian dibolehkan oleh Allah SWT untuk orang2 yang dalam kondisi terpaksa, semata-mata untuk mempertahankan hidupnya. Karna jika tidak memakannya, dia akan mengalami kematian.
Nabi SAW juga tidak memberikan sanksi kepada pencuri yang mencuri pada saat masa kelaparan (krisis), dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
“Tiada hukuman potong tangan (kepada pencuri ketika mencuri) pada masa kelaparan yang luar biasa.” (HR. Makhul).
Inilah islam, yang sangat memuliakan manusia dengan kehidupannya.
Keistimewaan manusia yang ketiga adalah Gharizah (naluri), naluri manusia adalah ciri khas (khashiyyat) yang merupakan fitrah penciptaannya supaya manusia bisa mempertahankan eksistensinya, keturunan dan mencari petunjuk mengenai keberadaan sang pencipta. Gharizah ini tidak dapat di indra oleh manusia namun dapat dijangkau oleh akalnya melalui tanda2 atau fenomena yang terlihat darinya.
Gharizah (naluri) ada tiga macam, pertama naluri mempertahankan diri (gharizah baqa), kedua naluri melestarikan/seksual (gharizah an’naw) dan yang ketiga naluri beragama (gharizah tadayyun). Adapun naluri keibuan atau kebapakkan adalah fenomena dari naluri melestarikan (gharizah an’naw) bukan naluri itu sendiri. Naluri berbeda dengan kebutuhan jasmani. Naluri timbul akibat rangsangan dari dua faktor eksternal, yaitu (1) realitas dan (2) pemikiran.
Orang yang berbelanja di supermarket Gharizah Baqa-nya akan terdorong begitu melihat banyak realitas, seperti beragam barang baik pakaian, sepatu atau yang lainnya. Semua itu realitas yang dapat mendorong gharizah baqa orang tersebut, sehingga dia terdorong untuk membeli barang bahkan orang tersebut kebingungan untuk memilih karna semua barang yang ada telah mendorong gharizah baqa-nya.
Laki2 yang melihat seorang wanita cantik akan mempengaruhi gharizah an’naw-nya, begitu juga sebaliknya, wanita yang melihat sosok laki2 tampan akan mempengaruhi gharizah an’naw-nya dengan timbulnya fenomena rasa ketertarikan, cinta dsb.
Dan orang yang ta’ziyyah kepada orang yang meninggal akan mempengaruhi gharizah tadayyun-nya yang akan menimbulkan rasa takut mati sementara dia merasa belum siap karna masih banyak berlumuran dosa. Perasaan seperti ini juga lahir dari realitas, yaitu melihat jenazah yang dimandikan, dikafani, dishalati kemudian dikubur dan ditinggal sendiri didalam kubur. Orang yang melihatnya dapat membayangkan bagaimana jika dia kelak mati seperti jenazah tersebut. Inilah pengaruh realitas terhadap manusia.
Pemikiran juga tak kalah kuat pengaruhnya terhadap naluri. Jika seorang laki2 membayangkan seorang wanita, maka dorongan syahwatnya akan timbul meskipun ketika membayangkan wanita yang dibayangkan tersebut tidak ada didepannya. Orang yang membayangkan betapa enaknya punya rumah indah, kendaraan pribadi pasti akan mendorong untuk memilikinya. Begitu juga ketika seseorang membaca Al-Qur’an, merenungkan isinya tentang kenikmatan surga lalu timbul kerinduan untuk meraihnya. Semua contoh tadi merupakan pengaruh pemikiran.
Kedua aspek eksternal inilah yang mempengaruhi lahirnya naluri manusia. Karna timbulnya naluri tersebut bukan dari dalam diri manusia, tetapi dari kedua aspek eksternal tadi, maka ketika dorongannya timbul, dorongan tersebut tidak harus dipenuhi. Jika naluri tersebut tidak dipenuhi, seseorang tidak akan mengalami kerusakan atau bahkan sampai mengalami kematian. Naluri tidak akan mengakibatkan akibat2 seperti ini, meskipun demikian naluri tidak dapat dibunuh atau dihancurkan. Yang memungkinkan hanyalah dialihkan pada yang lain, atau ditekan. Contoh kecintaan pada istri dapat dialihkan pada kecintaan kepada ibu. Kerinduan pada istri bagi seorang suami yang jauh meninggalkan istrinya dapat dialihkan dan dikalahkan dengan naluri yang lain. Caranya dengan menjauhi realitas yang dapat membangkitkan nalurinya, misalnya tidak berinteraksi dengan wanita, tidak melihat foto istrinya atau anak2nya, tidak menyibukkan fikirannya dengan keluarganya. Kemudian fikirannya dipenuhi dengan hal2 lain, antara lain dengan Zat Al-Wakil (Zat yang Maha Mewakili) yang mampu mewakili urusannya, yang menjadi tempatnya berserah untuk menyerahkan seluruh urusan keluarganya.
Contoh mengenai pengalihan pemenuhan naluri tersebut sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi SAW. Ketika memerintahkan pemuda yang mempunyai keinginan kuat untuk menikah agar berpuasa, dalam kondisi dimana bila dia belum mampu membina rumah tangga. Sabda Nabi SAW. :
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kamu yang mampu berumah tangga, menikahlah. Sebab, menikah itu dapat menundukkan pandangan dan membentengi kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, sebab puasa itu dapat menjadi benteng (bagi seseorang).” (Hr.Bukhari).
Puasa yang diperintahkan Nabi Saw. Dalam kasus tersebut adalah agar orang yang mempunyai keinginan kuat untuk menikah, karna dorongan gharizah an’naw-nya, dapat mengalihkan dorongan gharizah an’naw-nya pada dorongan gharizah tadayyun (naluri beragama). Karna puasa merupakan ibadah dan tiap ibadah mempunyai tujuan yang ingin dicapai, yaitu meningkatnya kekuatan ruhiyyah seseorang. Dengan kekuatan spiritualnya, gharizah an’naw seseorang dapat dikendalikan sehingga bisa ditekan.
Subhanallah.. Maha Suci Allah yang telah menciptakan manusia dengan begitu sempurnanya dan HANYA PADA ISLAM kita dapat mengungkap keagungan ciptaan-Nya. Allahu Akbar.. [] muharram al Hakim.
[ Diambil dan disarikan dari buku; Diskursus ISLAM politik & spiritual, Hafidz Abdurrahman


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUKUM MEMILIH PEMIMPIN

HUKUM MEMILIH PEMIMPIN Banyak ayat-ayat Al-Quran yang menegaskan tentang memilih pemimpin di antaranya, firman Allah Swt: -(Al-Maidah: ...